Kayu yang dilaminasi merupakan salah satu solusi mengurangi perubahan bentuk karena penyusutan
Penyusutan kayu selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas karena cukup kompleks dan melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bahan, pengaruh lingkungan di sekitar kayu, dan variasi praktek aplikasinya di lapangan.
Kadar Air di dalam Kayu
Kayu merupakan material yang tersusun dari tiga jenis makromolekul – selulosa, hemiselulosa, dan lignin – yang kombinasinya menghasilkan struktur berpori pada kayu yang memungkinkan air melewati sel-sel.
Kandungan air di dalam kayu bisa ditemukan tiga posisi yang berbeda: air konstitutif (molekul air di dalam sel), air terikat (menempel atau terserap pada dinding sel), dan air bebas (air yang bersirkulasi dalam pembuluh kayu).
Dalam proses pengeringan, hal pertama yang terjadi adalah penguapan air bebas yang ada di dalam pembuluh. Setelah air bebas menguap dari pembuluh, air terikat akan secara bertahap meninggalkan dinding hingga kadar air yang diinginkan – atau keadaan tanpa air – tercapai. Kondisi tersebut memungkinkan kayu untuk mencapai kadar air yang tepat agar dapat diproses lebih lanjut.
Perubahan Bentuk Kayu
Saat kadar air di dalam kayu berkurang, ketebalan dinding sel juga otomatis menipis, sehingga menyebabkan kayu menyusut dan berubah bentuk.
Perubahan bentuk atau deformasi kayu selama pengeringan bergantung pada arah seratnya. Sesuai posisinya, ada tiga arah kayu – radial, tangensial, dan longitudinal. Perubahan bentuk pada ketiga posisi tersebut tidak sama dan tidak teratur.
Secara umum, penyusutan radial lebih kecil daripada penyusutan tangensial, dan penyusutan longitudinal (arah panjang kayu) tidak diperhitungkan atau bahkan diabaikan, karena penyusutannya hanya 0,1%.
Perbedaan antara penyusutan radial (rata-rata 5%) dan tangensial (rata-rata 10%) cukup besar, dan ini menjelaskan mengapa retakan dapat muncul pada papan kayu tangensial, dan cenderung menyusut lebih banyak daripada papan radial.
Menyiasati Arah Penyusutan
Lokasi retakan pada kayu bulat atau kayu log sulit diprediksi, namun umumnya terjadi pada ujung log. Retakan terjadi pada jarak terpendek antara inti dan tepi, atau di area yang lebih rapuh (misalnya di dekat mata kayu). Retakan ini umumnya tidak terlalu memengaruhi kekuatan kayu karena posisinya yang masih 'tertutup'
Di sisi lain, retakan ini juga bisa menjadi penampungan air yang dapat menyebabkan pertumbuhan jamur, serta mengekspos bagian gubal atau bagian yang tidak dilindungi dengan bahan pengawet, misalnya dengan mengoleskan lapisan cat pada ujung kayu bulat.
Salah satu teknik, yang juga cukup tradisional untuk mengurangi besarnya penyusutan kayu adalah dengan menyusun secara acak antara papan potongan radial dan tangensial pada saat membuat laminasi, sehingga walaupun mengalami perubahan bentuk, keseluruhan papan kayu akan tetap terlihat lebih datar. Namun metode ini cukup sulit dan membutuhkan waktu yang lebih panjang di dalam prosesnya.
Cara lainnya adalah dengan membuat alur kecil di bagian tengah kayu, tidak perlu tembus sepanjang papan atau balok kayu. 'Takik' ini berfungsi melepaskan tekanan deformasi, sehingga akan membatasi timbulnya retakan di area yang tidak diinginkan (terutama pada garis sambungan laminasi). Pembuatan alur ini umumnya dilakukan di bagian bawah (top meja) atau bagian dalam (dinding lemari) agar tidak terlihat dan tidak menciptakan perangkap air.
---